Equityworld Futures - Harga minyak turun dari level tertinggi tiga minggu pada hari Kamis setelah data ekonomi yang lemah dari China menunjukkan lebih banyak masalah di negara importir minyak mentah terbesar di dunia itu, sedangkan prospek permintaan juga diredupkan oleh prospek suku bunga AS yang lebih tinggi.
Survei swasta menunjukkan bahwa sektor jasa besar-besaran China menyusut untuk bulan kedua berturut-turut pada Oktober, menandakan lebih banyak kelemahan ekonomi untuk negara itu karena berjuang menahan wabah baru COVID.
Spekulasi atas kemungkinan pelonggaran pembatasan COVID telah sedikit mencerahkan sentimen terhadap China minggu ini. Tetapi kurangnya statemen resmi membahas masalah ini dengan cepat mengaburkan hal tersebut.
Melambatnya permintaan minyak mentah di China membebani harga minyak tahun ini, pasalnya serangkaian pembatasan COVID membuat aktivitas ekonomi lokal terhenti. Impor minyak mentah China terus turun tahun ini, di mana negara itu juga meningkatkan kuota ekspor minyaknya akibat melemahnya permintaan lokal.
Harga minyak Brent turun 0,4% di $95,79 per barel setelah mencapai $96 di sesi sebelumnya, sementara harga minyak West Texas Intermediate turun 0,6% ke $89,44 per barel. Kedua kontrak menguat di sesi sebelumnya usai data menunjukkan turunnya cadangan minyak AS yang lebih besar dari perkiraan.
Namun mengimbangi hal ini, Federal Reserve menaikkan suku bunga besar pada hari Rabu, dengan Ketua Jerome Powell memperingatkan bahwa suku bunga kemungkinan akan lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, karena inflasi yang tinggi.
Baca Juga : PT Equityworld Futures : Harga Emas dan Tembaga Turun, Powell Pupus Harapan Poros Fed
Kekuatan dalam ekonomi AS, yang sejauh ini membuat permintaan minyak stabil, juga memberi Fed lebih banyak ruang ekonomi untuk terus menaikkan suku bunga.
Di tempat lain, Bank of England juga akan menaikkan suku bunga setidaknya 75 basis poin pada hari Kamis nanti.
Kenaikan suku bunga menjadi beban terbesar pada harga minyak tahun ini, pasalnya pasar khawatir bahwa resesi global akan sangat menekan permintaan minyak mentah. Suku bunga AS yang lebih tinggi juga menopang dolar, membuat komoditas yang dihargai dalam greenback lebih mahal dan merugikan permintaan impor.
Tetapi harga minyak kembali menguat dalam beberapa bulan terakhir karena prospek pengetatan pasokan.
Selain data cadangan AS, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga menguntungkan harga minyak mentah, setelah sebuah laporan menyebut bahwa Iran berencana menyerang produsen minyak utama Arab Saudi. Skenario seperti itu kemungkinan akan mengganggu pasokan minyak.
Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang baru-baru ini memangkas produksi, juga telah berjanji untuk mendukung harga minyak mentah dengan menyediakan lebih banyak pengurangan pasokan jika perlu. Kelompok tersebut baru-baru ini menaikkan prospek permintaan jangka menengah hingga jangka panjang, dan menyatakan bahwa transisi global dari bahan bakar fosil akan memakan waktu lebih lama dari yang diantisipasi.
Komoditas lain, nikel naik 1,74% hingga dini hari tadi, timah naik 1,92% di ICE London, dan tembaga naik 0,55%. Adapun, karet naik 4,26% di Singapura, batubara Newcastle di ICE London naik 0,56%, kakao AS naik 1,62% pada dini hari tadi. Serta, kopi robusta di London mencapai 1.878,00 dan gas alam turun 1,9%.
Untuk mata uang, USD/JPY turun 0,42%, GBP/JPY turun 0,19%, GBPUSD naik 0,22%, EURUSD naik 0,16%, dan AUD/USD naik 0,28%. Lebih lanjut, kripto bitcoin turun 0,8%BTC/USD dan ethereum turun 2,24% (ETH/USD). Sementara, ETC/USD turun 0,67%.
Di Indonesia, IHSG naik 0,25% dan rupiah turun 0,24% di 15.682,0 per dolar AS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar